Warna Tanah
Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna
komponen penyusun tanah. Warna tanah berhubungan langsung secara proporsional
dari total campuran warna yang dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat
ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik
masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin
dominan menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid
anorganik dan koloid organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat
luas, sehingga sangat mempengaruhi warna tanah.
Warna humus, besi oksida dan besi hidroksida
menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah, agak kecoklatan atau kuning
yang tergantung derajat hidrasinya. Besi tereduksi berwarna biru hijau. Kuarsa
umumnya berwarna putih. Batu kapur berwarna putih, kelabu, dan ada kala
berwarna olive-hijau. Feldspar berwarna merah. Liat berwarna kelabu, putih,
bahkan merah, ini tergantung proporsi tipe mantel besinya.
Selain warna tanah juga ditemukan adanya warna
karatan (mottling) dalam bentuk spot-spot. Karatan merupakan warna hasil
pelarutan dan pergerakan beberapa komponen tanah, terutama besi dan mangan,
yang terjadi selama musim hujan, yang kemudian mengalami presipitasi
(pengendapan) dan deposisi (perubahan posisi) ketika tanah mengalami
pengeringan. Hal ini terutama dipicu oleh terjadinya: (a) reduksi besi dan
mangan ke bentuk larutan, dan (b) oksidasi yang menyebabkan terjadinya
presipitasi. Karatan berwarna terang hanya sedikit terjadi pada tanah yang
rendah kadar besi dan mangannya, sedangkan karatan berwarna gelap terbentuk
apabila besi dan mangan tersebut mengalami presipitasi. Karatan-karatan yang
terbentuk ini tidak segera berubah meskipun telah dilakukan perbaikan drainase.
Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah
berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan
warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan
organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap.
Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya rendah, warna
tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam tanah. Di
daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh
tanah berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+).
Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air,
Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3
(hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3 H2O (limonit) yang berwarna kuning
cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-kadang kering,
maka selain berwarna abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula becak-becak
karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat masuk,
sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut. Keberadaan jenis mineral
kwarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang.
Menurut Wirjodihardjo dalam Sutedjo dan
Kartasapoetra (2002) bahwa intensitas warna tanah dipengaruhi tiga faktor
berikut: (1) jenis mineral dan jumlahnya, (2) kandungan bahan organik tanah,
dan (3) kadar air tanah dan tingkat hidratasi. Tanah yang mengandung mineral
feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna putih pada tanah. Jenis
mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih sampai merah.
Kandungan Hematit pada tanah dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai merah tua. Makin tinggi
kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya
makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna tanah akan tampak lebih
terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah
menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat
hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang
ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga
kelabu hijau.
Menururt Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa
warna tanah merupakan: (1) sebagai indikator dari bahan induk untuk tanah yang
beru berkembang, (2) indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang
lanjut, dan (3) indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan.
Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti makin tinggi
produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan
sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan,
coklat-kemerahan, coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari
pengaruh: (1) kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin tinggi
kandungan bahan organik suatu tanah maka tanah tersebut akan berwarna makin
gelap, (2) intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison
bagian bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif
proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada
horison eluviasi, dan (3) kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah
berwarna lebih terang.
Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna
tanah tersebut dengan warna standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram
warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3)
chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang
gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya
sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna
spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat
pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna
lainnya (19).
Hue dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y
(yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3) R (red = merah), (4) RP
(red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B (brown =
coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow).
Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1)
hue = 0 – 2,5; (2) hue = 2,5 – 5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue = 7,5 – 10.
Nilai hue ini dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.
Berdasarkan buku Munsell Saoil Color Chart nilai
Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5 R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6)
7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mujlai dari spektrum dominan
paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning (5 Y), selain itu juga
sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10) 5 G; (11)
5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
Value dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu makin tinggi
value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan).
Nilai Value pada lembar buku Munsell Soil Color Chart terbentang secara
vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8. Angka
2 paling gelap dan angka 8 paling terang.
Chroma juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin
tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin
meningkat. Nilai chroma pada lembar buku Munsell Soil Color Chart dengan
rentang horisontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai chroma: 1; 2; 3; 4;
6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling murni.
Pencatatan warna tanah dapat menggunakan buku
Munsell Soil Color Chart, sebagai contoh: (1) Tanah berwarna 7,5 YR 5/4
(coklat), yang berarti bahwa warna tanah mempunyai nilai hue = 7,5 YR, value =
5, chroma = 4, yang secara keseluruhan disebut berwarna coklat. (2) Tanah
berwarna 10 R 4/6 (merah), yang berarti bahwa warna tanah tersebut mempunyai
nilai hue =10 R, value =4 dan chroma = 6, yang secara keseluruhan disebut
berwarna merah. Selanjutnya, jika ditemukan tanah dengan beberapa warna, maka
semua warna harus disebutkan dengan menyebutkan juga warna tanah yang
dominannya. Warna tanah akan berbeda bila tanah basah, lembab, atau kering,
sehingga dalam menentukan warna tanah perlu dicatat apakah tanah tersebut dalam
keadaan basah, lembab, atau kering.
Pustaka Acuan:
Madjid, A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar
Online Fakultas Pertanian Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 halaman.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga.
PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233 halaman.
Komentar
Posting Komentar